Pedang Kayu Harum - Kho Ping Hoo

Discussion in 'Creative Art & Fine Art' started by cerita-silat, Dec 12, 2014.

  1. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
    Kiam Kok-san (Gunung Berlembah Pedang)
    merupakan sebuah di antara puncak-puncak
    Pegunungan Kun Lun San yang tak pernah dikunjungi
    manusia seperti puncak-puncak lain dari Kun Lun-san.
    Bukan karena Kim Kok-san kurang indah
    pemandangannya. Sama sekali bukan. Bahkan
    tamasya alam yang tampak dari puncak gunung ini
    amatlah indahnya. Batu kapur yang mengeras dan
    mengkilap menjulang tinggi seperti menara besi
    menembus awan tak tampak ujungnya seolah-olah
    bersambung dengan langit. Pantaslah kalau ada yang
    mengatakan bahwa puncak batu perawan itu
    merupakan tempat kediaman dewa penjaga gunung.
    Awan putih yang berarak seperti domba-domba
    kapas, tak pernah berhenti dihembus angin langit,
    menjadi jinak setelah bertemu dengan Kiam Kok-san,
    berkumpul di sekeliling puncak seperti sehelai bulu
    domba yang hangat. Dari puncak ini memandang ke
    bawah tampak awan putih mengambang di bawah
    kaki, menyusupi lembah-lembah bukit yang amat
    curam. Indah, sukar dilukiskan dengan kata-kata
    keindahan tamasya alam yang dapat dinikmati dari
    puncak Kiam Kok-san. Bagaimana taman surga
    terbentang luas di bawah kaki, suram-suram
    terselimut tirai halimun menciptakan sifat yang ajaib
    penuh rahasia.
    Bukan karena kurang indah, melainkan kesukaranlah
    yang membuat tempat itu tidak pernah dikunjungi
    manusia. Sesuai dengan namanya, puncak ini terdiri
    dari lembah-lembah penuh batu gunung yang
    merupakan karang-karang meruncing dan tajam
    seperti pedang. Tidak terdapat jalan tertentu
    mendaki puncak, tidak ada pula jalan setapak bekas
    kaki manusia. Semuanya liar, lebat dan bahaya maut
    mengintai setiap saat bagi manusia yang berani
    mendatangi tempat itu. Jurang-jurang yang curam,
    belukar tempat persembunyian binatang-binatang
    buas, rumput-rumput hijau yang menopengi muara-
    muara dalam penuh lumpur dan ular berbisa, dan
    bahaya tersesat jalan. Jangankan orang biasa,
    bahkan mereka yang memiliki ilmu kepandaian
    seperti para pertapa dan para pendekar masih akan
    berpikir masak-masak lebih dahulu untuk mendaki
    puncak berbahaya seperti Kiam-kok-san.
    Pagi hari itu amatlah cerah. Halimun tidak setebal
    biasanya dan karenanya sinar matahari pagi dapat
    mengusir halimun menerobos di antara celah-celah
    daun pohon dan batu pedang, menerangi tanah
    puncak yang penuh lumut dan rumput hijau. Tak
    terkira indahnya puncak Kiam-kok-san yang
    bermandi cahaya keemasan matahari pagi itu, sunyi
    dan hening, aman tentram. Seperti itulah agaknya
    sorga sering kali disebut-sebut oleh para pendeta
    yang dijanjikan sebagai anugerah tempat tinggal
    bagi para manusia yang dalam hidupnya
    menjauhkan diri daripada segala kemaksiatan dan
    kejahatan.
    Ketika sinar matahari mencapai kaki batu hitam
    mengkilap yang ujungnya berselimut awan langit,
    tampaklah seorang kakek tua renta duduk bersila di
    atas batu halus. Kakek ini sudah amat tua, terbukti
    dari kulit wajahnya yang penuh keriput, dagingnya
    yang sudah tipis sehingga tulang-tulangnya menonjol
    di balik kulit, rambutnya yang putih semua terurai
    panjang sampai ke punggung dan sebagian
    menutupi kedua pundaknya. Kalau ditaksir, kakek ini
    tentu tidak kurang dari seratus tahun usianya.
    Pakaiannya yang sederhana hanya merupakan kain
    putih yang sudah agak menguning dibalut-balutkan
    ke tubuhnya, kakinya telanjang seperti kepalanya.
    Dia duduk bersila di bawah batu pedang yang tinggi
    itu dengan kedua kaki dan kedua lengan menyilang,
    duduk tak bergerak-gerak dengan kedua mata
    dipejamkan. Dilihat dari jauh, dia seperti telah
    membatu, lebih menyerupai sebuah arca batu
    daripada seorang manusia hidup. Namun
    sesungguhnya dia bukanlah arca, karena kalau
    diperhatikan, tampak betapa dada di balik kain putih
    itu bergerak perlahan seirama dengan
    pernapasannya yang halus dan panjang. Di atas
    tanah, depan kaki yang bersilang dengan bentuk
    teratai (kedua telapak kaki terlentang di atas paha),
    terdapat sebatang pedang telanjang yang
    mengeluarkan sinar kehijauan setelah tertimpa
    cahaya matahari. Sebatang pedang yang indah
    bentuknya, namun amat aneh karena berbeda
    daripada pedang-pedang umumnya yang terbuat dari
    baja-baja pilihan, pedang yang terletak di depan
    kakek itu adalah sebatang pedang kayu
    Perlahan-lahan sekali, sedikit demi sedikit, sinar
    matahari memandikan wajah tua keriputan itu. Di
    bawah sinar keemasan sang surya, wajah itu
    tampak amat elok dan tak dapat diragukan pula
    bahwa kakek ini dahulu tentu seorang pria yang
    amat tampan. Bentuk dan raut wajahnya masih jelas
    membayangkan ketampanan seorang pria.
    Kehangatan sinar matahari yang sedap nyaman itu
    menyadarkannya dari samadhi. Dia membuka kedua
    matanya dan orang akan heran kalau melihat sinar
    matanya. Orangnya jelas sudah amat tua, namun
    sepasang matanya bening seperti mata seorang
    anak kecil yang masih bersih batinnya Bagi seorang
    ahli kesaktian, hal ini saja sudah menjadi bukti
    bahwa kakek ini telah mencapai tingkat ilmu yang
    amat tinggi, karena hanya orang yang memiliki
    sinkang (hawa sakti) amat kuat saja yang dapat
    mempunyai sepasang mata seperti itu. Dengan
    pandang mata penuh kagum kakek itu memandang
    ke depan, lalu ke kanan kiri dengan sinar matanya
    seolah-olah dia minum dan menikmati segala
    keindahan yang dicipta oleh sinar keemasan sang
    surya itu. Kemudian dia menggeleng kepalanya, dan
    bibirnya bergerak-gerak, mengeluarkan kata-kata
    lirih.
    "Ya Tuhan Yang Maha Kasih Sampai sedemikian
    besarkah kasihMu kepada seorang penuh dosa
    seperti aku? Berhakkah aku menikmati semua ini?
    Aaaahhh, tak mungkin Thian (Tuhan) hanya
    melimpahkan ganjaran kepada orang yang telah
    berjasa di dalam hidupnya. Guruku dahulu
    mengatakan dalam pesannya bahwa aku harus
    berbuat jasa terhadap manusia dan dunia. Apakah
    jasaku selama aku hidup? Tidak ada Hanya
    malapetaka yang menjadi akibat dari semua
    perbuatanku Dan semua itu karena aku pandai ilmu
    silat, karena...karena Siang-bhok-kiam (pedang Kayu
    Harum) ini Aaahhh,Tuhanku Aku tidak akan
    mengelak daripada kenyataan. Aku rela dan siap
    sedia menerima hukuman-hukumannya. Tak
    mungkin aku membebaskan diri daripada belenggu
    karma. Aku tidak berhak menikmati kemurahan dan
    kasihMu, ya Tuhan...."
    Pedang Kayu Harum - Kho Ping Hoo
     
  2. cerita-silat

    cerita-silat Member

    Joined:
    Dec 7, 2014
    Messages:
    292
    Likes Received:
    6
    Trophy Points:
    18
    Google+:
  3. kahfi rafsanjani

    kahfi rafsanjani New Member

    Joined:
    Oct 25, 2014
    Messages:
    1
    Likes Received:
    0
    Trophy Points:
    1
    kahfi-rafsanjani.blogspot.com visit my blog too
     
  4. Ardilas

    Ardilas Super Level

    Joined:
    Feb 18, 2013
    Messages:
    4,243
    Likes Received:
    317
    Trophy Points:
    83
    Google+:
    Mohon baca aturan terlebih dahulu kalau memang ingin promosi link.
     
Loading...

Share This Page