Memahami Kewirausahaan (enterpreneurship) Koperasi Konsumen Menurut Mahadana

Discussion in 'General Business' started by dinamidah, Aug 8, 2018.

  1. dinamidah

    dinamidah New Member

    Joined:
    Jul 26, 2018
    Messages:
    8
    Likes Received:
    0
    Trophy Points:
    3
    Di dalam konteks bisnis, koperasi konsumen dengan sendirinya diartikan sebagai koperasi jasa dimana setiap kegiatan produksi (anggota bertindak sebagai produsen) dan secara bersamaan dalam kegiatan konsumsi (anggota bertindak sebagai konsumen). Produksi yang simultan dengan Konsumsi ini tipikal sebagai kegiatan usaha jasa (service). Ini berarti setiap anggota adalah produsen (pengusaha) dan juga bertindak sebagai konsumen. Prinsip ini yang menyebabkan setiap anggota koperasi memiliki identitas ganda: sebagai pemilik (produsen) dan juga sebagai pengguna jasa (konsumen) [3].

    Koperasi sendiri adalah suatu badan usaha, tetapi suatu badan usaha yang unik (unique) yang berbeda dengan badan usaha lainnya seperti CV dan PT. Pada badan usaha CV dan PT pada skala yang relatif sederhana, keputusan strategis hanya ada di tangan satu orang dan bertanggujawab terhadap performance dirinya sendiri dalam berbisnis. Pada perusahaan yang relatif lebih kompleks proses pengambilan keputusan lebih rumit karena adanya keputusan direksi, keputusan komisaris dan juga termasuk keputusan dari rapat pemegang saham (RPS). Sementara koperasi sesungguhnya kompleksitasnya mirip dengan perusahaan besar tetapi mekanismenya dibuat lebih sederhana dan mudah dijalankan.

    Keunikan lain koperasi adalah karakteristiknya yang bersifat kekeluargaan (dibangun atas dasar solidaritas), keanggotaannya bersifat sukarela (ikhlas) dengan persyaratan keanggotaan yang sangat bersahaja. Sekalipun demikian, koperasi yang bersifat kekeluargaan ini, dari sisi etiknya dan dari sisi politisnya yang menjunjung tinggi prinsip dasar demokratis (one man one vote) bukan berarti tidak tanpa tujuan. Justru tujuan koperasi dirancang oleh pendahulunya dengan konsep pengembangan welfare yang sesungguhnya (pareto: inti kemanusiaan itu sendiri). Untuk menjamin hakikat dan tujuan berkoperasi itu jalan, maka setiap tindakan berorganisasi koperasi yang dilakukan oleh anggotanya haruslah secara professional (ihsan), dan balas jasa diterapkan secara proporsional sesuai dengan kontribusi masing-masing anggota dalam jasa usaha, baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen (adil) [3]. Ini berarti, koperasi merupakan satu-satunya badan usaha yang mirip-mirip dengan konsep bernegara.

    Prinsip Perusahaan vs Prinsip Koperasi

    Perusahaan pada prinsipnya hanya bertujuan untuk mencapai profit (profit only). Profit ini menjadi ukuran kesejahteraan (welfare) yang dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, dari sisi produsen, profit itu diperbesar (dimaksimalkan) dengan cara menekan biaya (efisiensi) sehingga memperbesar profit (yaitu selisih antara harga jual (price) di pasar dengan harga pengadaan/pembuatan (cost), yang juga dikenal sebagai producer surplus. Ini merupakan wilayah kerja operasi.

    Kedua, dari sisi demand, profit itu diperbesar (dimaksimalkan) dengan cara meningkatkan revenue pada jumlah produk yang sama dengan berupaya untuk mengambil consumer surplus yang dimiliki oleh konsumen. Consumer surplus adalah selisih antara kemampuan membeli (willingness to pay) dengan harga di pasar. Jika perusahaan mampu mengambil semua consumer surplus ini maka profit perusahaan akan bertambah

    Hal ini dapat terjadi karena konsumen berbeda-beda dalam merespon empat kualitas jeruk yang ditawarkan. Konsumen yang memiliki daya beli tinggi akan membeli kualitas-1 dengan harga yang lebih mahal (harga 20 rb) dan sebaliknya yang daya belinya rendah akan beli jeruk dengan kualitas yang lebih rendah. Perusahaan dengan keahliannya memasarkan memperlakukan konsumen untuk memilih dan mengambil manfaat (consumer surplus) dari perilaku konsumen tersebut. Hal yang sama juga dapat diterapkan dengan produk-produk lain seperti ternak atau produk sebagai daging. Cara ini sah-sah saja secara bisnis, karena konsumen tidak dirugikan, karena mereka yang memilih, berdasarkan kemampuan mereka. Inilah prinsip ’berdagang’ atau jual beli perusahaan dalam memaksimumkan profit.

    Bagaimana dengan cara koperasi. Koperasi tidak akan mengambil consumer surplus, cukup profit berasal dari producer surplus (normal profit). Mengapa? Koperasi menganut prinsip yang berbeda dengan badan usaha lain.

    Koperasi menganggap konsumennya (anggotanya) sama karena konsumen juga adalah pemilik (produsen), dimana kepemilikannya ’one man one vote’. Karena itu, ’adil’ dalam koperasi berarti ’untung’ sama diraih, ’buntung’ sama ditanggung. Memang dalam hal ini ada potensi profit yang ’hilang’ sebagai consumer surplus (Rp 40.00) sebagaimana dalam praktek ala perusahaan. Tidak apa, bukankah ’untung’ sama diraih tetapi belum sampai ’buntung’, karena masih ada profit sebagai producer surplus sebesar Rp 100.000 (normal profit).

    Oleh karena jeruk yang dibeli konsumen (anggota koperasi) mutunya sama (diperlakukan sama) maka di satu sisi tercipta kondisi kebersamaan (kekeluargaan) dan di sisi lain konsumen mendapat harga yang ’relatif’ lebih murah (rata-rata Rp 15.000 per kilo). Ini berarti konsumen yang memiliki daya beli yang tinggi akan menyimpan sendiri consumer surplusnya, sedangkan yang daya belinya lebih rendah mendapat harga pas (tidak dirugikan). Jadi, tujuan koperasi dalam meningkatkan welfare, tidak hanya unit usahanya memperoleh profit tetapi juga anggotanya juga tetap dijaga kebersamaannya. Jika, seandainya harga yang ditawarkan lebih rendah dari harga pas, misalnya Rp 14.000 (dengan tetap koperasi memperoleh profit sebesar Rp 80.000, maka setiap anggota akan mendapat consumer surplus sebesar Rp 1.000.

    Dengan demikian, antara koperasi dan perusahaan pendekatannya berbeda. Untuk koperasi pendekatan harga konsumen (anggotanya) di dasarkan pada cost-effectiveness dalam perhitungan profit, sedangkan perusahaan dengan pendekatan cost-efficiency dalam profit. Inilah prinsip utama koperasi dalam berbisnis yang membedakannya dengan prinsip badan usaha lain [5]. Badan usaha koperasi sudah barang tentu mengoptimalkan profit tetapi juga memberi consumer surplus bagi anggotanya secara langsung. Consumer surplus adalah salah satu incentive di dalam meningkatkan welfare anggota yang menjadi alasan mereka berkoperasi. Dengan kata lain, consumer surplus jangan diubah menjadi beban tanggungan bagi anggotanya layaknya perusahaan mengambil consumer surplus. Ini artinya, setiap anggota koperasi dapat memperoleh manfaat langsung sebelum profit (SHU) dibagikan. Jadi, koperasi pada hakekatnya diciptakan/dibangun untuk mengatasi problem yang ada di dalam mekanisme pasar (perusahaan).

    • Perusahaan: cenderung membeda-bedakan konsumennya (mengambil consumer surplus)
    • Koperasi: memperlakukan sama setiap anggotanya sebagai konsumen (bahkan memberikan consumer surplus).
    Fungsi dan Peran Koperasi

    Dalam Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, Pasal 4 dinyatakan bahwa salah satu fungsi dan peran koperasi adalah untuk membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota (pada khususnya dan masyarakat pada umumnya) untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya [6]. Tafsir dari kata-kata cetak tebal ’membangun’ dan ’mengembangkan’ berarti ’memberi kesempatan kepada anggota’ dan ’mendukung para anggotanya’.

    • ’Potensi’ dan ’kemampuan’ ekonomi anggota berarti: jika ada anggota yang memiliki ’surplus’, maka anggota dapat giliran pertama untuk menyimpan (investasi) dalam rangka memperkuat modal koperasi; sebaliknya jika ada anggota yang memiliki ’deficit’ dalam arti daya beli, maka anggota harusnya mendapatkan manfaat dari mekanisme pinjaman.
    • ’Kesejahteraan ekonomi’ berarti koperasi menjadi sebuah cara untuk meningkatkan value dari aset/saving para pihak yang surplus dalam wujud ’interest atau bagi hasil’ dan menjadi sebuah cara untuk meningkatkan daya beli para pihak yang pas-pasan dan bahkan anggota yang deficit anggaran dapat secara langsung mendapat pinjaman.
    • ’Kesejahteraan sosial’ berarti para anggota yang surplus dapat memberi efek pada para pihak yang daya belinya ingin ditingkatkan melalui mekanisme pricing koperasi dalam berusaha. Bentuk kesejahteraan lainnya adalah bahwa semua (setiap) anggota koperasi terangkat harkat sosial anggotanya karena telah memilih jalan investasi surplusnya (investor) yang memberi efek bagi peningkatan daya beli anggota lain [7].
    Oleh karena itu, kesediaan para anggota dalam menawarkan surplus atau investasinya di dalam koperasi harus diberi jalan karena mereka tidak hanya membantu dirinya untuk meningkatkan value dari aset/saving mereka, juga membantu koperasi dalam modal (modal investasi maupun modal kerja) serta mempercepat kenaikan daya beli para anggota yang lain. Sebaliknya kesediaan para anggota lain dalam menerima kehadiran para anggota yang surplus (investor) di dalam koperasi harus dibuka jalan karena akan membantu mempercepat kenaikan daya beli, memperkuat modal koperasi dan meningkatkan aset/saving para investor itu sendiri. Dengan demikian, semua para pihak di dalam koperasi mendapat kesempatan untuk saling bersinergi yang pada gilirannya membuka jalan menuju pertumbuhan dan perkembangan yang pada akhirnya dapat memberi dampak positif bagi semua anggota. Jadi, wujud koperasi berwatak sosial terlihat jelas penampakannnya dalam mekanisme berkoperasi ini [4].

    Satu hal lagi fungsi dan peran koperasi yang penting adalah menumbuhkan dan mengembangkan kreativitas dan kewirausahaan para anggotanya [8]. Dalam hal ini koperasi membuka seluas-luasnya bagi para anggota (karena prinsip one man one vote) untuk menumbuhkembangkan potensi dirinya (keahlian, kecintaan dan kesetiaan) untuk terlibat langsung dalam kegiatan koperasi (birokrat koperasi), baik sebagai pengurus, pengawas maupun anggota. Pilihlah anggota yang piawai (profesional) untuk tugas-tugas perencanaan dan pengelolaan (pengurus) dan pengawasan (pengawas)–sisi supply. Sementara itu, teguhkanlah diri kita sebagai anggota untuk mendukung kepercayaan (trust) terhadap keahlian mereka dengan tetap memupuk rasa cinta dan setia sebagaimana semua anggota (baik pengurus dan pengawas maupun anggota) adalah konsumen–sisi demand. Ingat bahwa, dalam jangka periode tertentu, posisi masing-masing dalam keanggotaan koperasi dapat berubah melalui rapat anggota untuk menentukan pengurus dan pengawas yang baru. Ini berarti setiap anggota memiliki hak dan kesempatan untuk berada di birokrasi koperasi.

    Hal yang sering dilupakan tetapi juga sangat menentukan bahwa koperasi juga memberi kesempatan kepada para anggotanya untuk menjalankan usaha sendiri secara kreatif di bawah payung koperasi (baik atas dana sendiri maupun dana yang bersumber dari koperasi). Perwujudan kreativitas dan kewirausahaan (enterprenuership) para anggota di dalam koperasi merupakan karakteristik khusus koperasi yang tidak dibolehkan di dalam badan usaha lain.

    Ini berarti, para anggota baik yang ’surplus’ maupun yang ’deficit’ dapat mewujudkan potensinya (keahliannya) untuk lebih menyejahterakan dirinya melalui mekanisme pasar terbuka untuk mendirikan perusahaan yang taat pada aturan main koperasi–tempat dimana ia terinspirasi memunculkan jiwa kreativitas dan jiwa kewirausahaan yang ada dalam dirinya. Dengan tetap berada pada lingkaran payung koperasi sebenarnya akan menambah kepercayaan diri anggota setiap memulai bisnis (usaha) sendiri. Sekali lagi, ini juga menjadi insentif bagi masyarakat untuk ikut berkoperasi dan insentif jangka panjang bagi para anggota karena ada kesempatan untuk membuka usaha dan perusahaan—baik yang menjadi anak usaha koperasi baik yang bersifat ad hoc maupun permanen.

    Insentif berikutnya adalah selama penyertaan koperasi ada di dalam perusahaan selama itu pula ia berhak untuk menjadikan anggota koperasi sebagai konsumen/customernya (tujuan koperasi [5]). Sebaliknya jika tidak ada lagi penyertaan dana koperasi maka perusahaan anggota koperasi tersebut menjadi independen (mandiri). Namun, karena pemilik usaha baru yang mandiri ini adalah anggota koperasi maka dengan sendirinya hubungan saling menguntungkan antara koperasi dengan perusahaan yang mandiri akan tetap ada. Perusahaan Mandiri dengan berbagai produk yang dihasilkan sudah barang tentu bisa menjadi rekanan bagi Koperasi Konsumen [9, 10].

    Dengan demikian, Koperasi Konsumen tidak hanya melakukan kegiatan koperasi konsumsi buat anggotanya, juga mendirikan perusahaan sendiri (Perusahaan Inti), juga ‘membidani’ dan menuntun perusahaan buat anggotanya (subInti) dan bahkan melahirkan perusahaan mandiri bagi anggota Koperasi Konsumen (plasma). Dalam hal ini Koperasi Konsumen menjadi semacam ’sekolah kewirausahaan’ buat anggotanya. Dapat dibayangkan jika separuh dari anggota Koperasi Konsumen (sub inti dan plasma) di bawah holding Koperasi Konsumen, maka Koperasi Konsumen akan bisa tumbuh dan berkembang menjadi koperasi raksasa yang bisa go global.

    Oleh karena itu, sejak dari awal harus disadari bahwa anggota Koperasi Konsumen—ibarat sebuah tim sepakbola yang timnya adalah semua anggota dengan strategi ’permainan’ (game) dengan menerapkan ’total football’. Strategi total football–khas tim Belanda (dimana pada masa ini di Belanda banyak ditemukan koperasi) yang sukses—mengindikasikan tim secara bersama-sama untuk menciptakan gol (profit) dimana setiap pemain mampu bermain pada beberapa posisi (baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen). Pemain-pemain ini bisa bermain di berbagai klub (perusahaan mandiri) baik nasional maupun manca negara. Ini berarti Koperasi Konsumen bisa memainkan peran yang menentukan dalam perekonomian yang lebih luas.

    Balas Jasa Dalam Koperasi

    Tujuan koperasi adalah untuk mensejahterakan anggotanya. Cara untuk mensejahterakan para anggota tersebut adalah melalui mekanisme profit dan consumer surplus [11]. Hal ini karena anggota sebagai pemilik dan pengguna jasa, maka anggota diarahkan untuk bertindak sebagai produsen dan juga pada saat yang sama sebagai konsumen. Pemahaman serupa ini dalam hakikat koperasi menjadikan koperasi tidak ketinggalan jaman. Sebab bisnis konvensional yang ada sekarang yang dihembuskan dari negara-negara maju justru sudah mulai menerapkan bahwa mulai dari pimpinan puncak sampai karyawan yang tingkat rendah menjadi konsumen. Karena potensinya selain mereka sebagai produsen (pegawai di organisasi perusahaan) juga menjadi pemasar yang dapat diandalkan karena menyangkut produk dimana mereka bekerja. Taruhannya: jika perusahaan gagal atau bankrut maka mereka yang pertama kali kena PHK.

    Koperasi sendiri, prinsipnya sudah baku dan jelas: dari anggota buat anggota. Konstitusi dan konstituennya sudah jelas dengan sendirinya. Apalagi prinsip lainnya sudah dibakukan juga: bahwa pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, baik sebagai produsen (birokrat atau enterpreneur) maupun konsumen. Ini berarti sistem balas jasa dalam koperasi akan memberlakukan dividen (SHU) tentunya dihitung berdasarkan besarnya nilai pembelian (multiple effect: karena kontribusi pembelian dan consumer surplus yang diperoleh) setiap anggota atau besarnya nilai kontribusinya dalam pengelolaan koperasi (baik tenaga maupun dana) di dalam pengelolaan usaha-usaha inti koperasi.

    Sedangkan profit yang berasal dari sub-inti akan dipukul rata untuk semua anggota karena prinsip dasarnya: setiap anggota memiliki one man one vote dan iuran pokok dan iuran wajib yang sama jumlahnya tanpa kecuali. Begitu banyaknya sumber-sumber kesejahteraan anggota koperasi seharusnya dipandang sebagai insentif yang tinggi untuk ikut koperasi, terlibat langsung dengan kegiatan-kegiatan usaha koperasi. Inilah kelebihan koperasi di mata anggotanya. Hal yang sebaliknya tidak didapatkan seorang karyawan di dalam perusahaan.

    Oleh karena itu, dengan prinsip-prinsip koperasi yang sudah baku dan jelas tersebut dan dengan adanya kesempatan bagi anggota untuk mendapatkan multiple effect dari pembelian dan terbukanya untuk berpartisipasi aktif sebagai pengelola koperasi, serta adanya kesempatan untuk menjadi pengusaha sub-inti dan pengusaha mandiri, maka jelas pula bahwa setiap anggota akan memperkuat posisi ekonominya baik dalam hal daya beli atau willingness to pay [7] maupun potensi dirinya yang memiliki jiwa kreatif dan inovatif menjadi seorang enterpreneur. Akhir Matua Harahap.
     
  2. KangAndre

    KangAndre Member

    Joined:
    Jan 25, 2014
    Messages:
    10,244
    Likes Received:
    2,714
    Trophy Points:
    413
    @dinamidah lain kali kalau copas, diedit atau diambil pokok permasalahannya saja.
    Ini copas dari staff.blog.ui.ac.id Memahami Kewirausahaan (enterpreneurship) Koperasi Konsumen by: Akhir Matua Harahap
     
Loading...

Share This Page