Jangan Sepelekan Manfaat Asuransi Jiwa KPR: Bagaimana Jika Kepala Keluarga Meninggal?

Discussion in 'General Discussion' started by OmAgus, Apr 29, 2015.

  1. OmAgus

    OmAgus New Member

    Joined:
    Apr 22, 2015
    Messages:
    14
    Likes Received:
    0
    Trophy Points:
    1
    Pembukaan

    Siapa sih yang ga ingin punya rumah sendiri? Pasti itu jadi impian semua orang, apalagi yang sudah punya anak bini. Berhubung harga tanah makin mahal, beli rumah cash rasa-rasanya sulit ya. Karena itulah, KPR diserbu banyak orang.

    Tapi yang saya sayangkan, masih banyak yang suka menyepelekan fasilitas asuransi jiwa saat memilih KPR. Padahal ini sangat penting, apalagi buat yang berkeluarga.

    [​IMG]
    Sedia Payung Sebelum Hujan
    Kalo utang rumah, payungin pakai asuransi jiwa :)


    Kalau terjadi apa-apa dengan kepala keluarga yang bayar, memang hutang dikemanakan?

    Memang asuransi jiwa dalam KPR sudah termasuk. Tapi coba perhatikan, apa asuransi yang tersedia cukup untuk melunasi semua utang atau masih ada sisanya yang mesti ditanggung?

    Kalau ada sisanya pasti keluarga lah yang kena. Entah anak, entah istri, harus ada yang menanggung.

    Kalau terjadi seperti itu apa bank tidak memberi belas kasihan? Mmm...kalau boleh saya pakai kata kasarnya, bank bisa bilang, “Itu masalah lo, ga teliti dari awal…”

    Saya tergak membagi info ini di forum General Discussion. Sebab pada akhirnya ada satu pelajaran yang bisa dipetik, yang sifatnya sangat umum:

    ANTISIPASI itu penting.
    Musibah bisa terjadi kapan saja. Jangan sampai orang-orang tercinta yang sengsara karena kita kurang teliti bikin keputusan.

    Simak kisah Lala & Rossa dibawah ini sebagai gambaran jelasnya.

    Manfaat Asuransi Jiwa KPR Ga Sembarangan
    Gimana Kalo Kepala Keluarga Meninggal?


    Kisah Lala & Rossa
    Kisah ini menjadi dasar dari topik manfaat asuransi jiwa KPR. Silakan disimak.
    Lala bersyukur banget tak harus mengalami kejadian yang menimpa sohibnya, Rossa. Bekas teman kerjanya itu masih harus menanggung beban utang kredit pemilikan rumah (KPR) seusai suaminya meninggal dunia.

    Rossa harus menerima kenyataan pahit. Bank masih mewajibkannya melunasi cicilan utang almarhum yang tersisa Rp 150 juta. Pilihan paling rasional bagi Rossa adalah menawarkan take over kredit rumah itu ke orang lain.

    ”Musibah memang masih bisa diterima, tapi kok bank enggak mau ngerti banget sama musibah yang aku alami,” keluh Rossa pada Lala.

    Rossa berpikir bank seharusnya memutihkan utang suaminya. Lebih-lebih dalam proses pengajuan KPR, suaminya sudah membayar premi asuransi jiwa. Faktanya, dia hanya menerima santunan yang nilainya tak mencukupi untuk melunasi sisa utang KPR.

    ”Makanya bingung, kok bisa begini ya? Kenapa nilai santunannya tak bisa melunasi KPR?” tanyanya dengan mimik muka serius.

    Lala paham banget situasi yang dialami Rossa. Paham banget karena Lala mengalami kejadian serupa.

    Suaminya yang meninggal dunia enam bulan lalu mewarisi utang KPR. Untungnya, utang KPR itu dianggap lunas karena diambil alih pihak asuransi.

    ”Kok kejadian sama, tapi utang KPR Rossa tetap ada ya?” gumam Lala sambil mengusap perutnya. Sebentar lagi dia akan melahirkan anak kedua. Sayang, suaminya tak bisa melihat si jabang bayi di perutnya setelah mengalami kecelakaan fatal di jalan raya yang sampai merenggut nyawanya.

    Kejadian yang dialami Rossa bisa menimpa siapa saja. Mereka tak menduga akan harus menanggung utang KPR begitu musibah menimpa kepala keluarga.

    Di sisi lain, Lala tak perlu merana karena terbebaskan utang KPR seusai suaminya meninggal dunia. Pihak asuransi yang mengambil alih kewajiban almarhum suaminya itu.

    Kenapa Lala & Rossa Berbeda Nasib?
    Ada satu hal yang sering luput dilakukan calon debitur, yakni mengukur risiko dari kredit yang diambil. Utamanya adalah risiko di mana debitur meninggal dunia, cacat, atau risiko lain yang menyebabkan kegagalan mengangsur cicilan.

    Sementara bank sudah mengukur risiko itu. Bank pastinya tak mau rugi jika nasabahnya meninggal dunia. Siapa yang mau teruskan sisa utang?

    Alhasil, bank mewajibkan debitur mengasuransikan jiwanya. Tak hanya itu, rumah yang dikredit juga wajib dapat perlindungan asuransi, dalam hal ini asuransi kebakaran. Jadi, calon debitur dikenakan biaya premi asuransi sebagai syarat permohonan KPR.

    Asuransi kredit sendiri sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No. 124/PMK.010/2008 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship.
    Pasal 1 angka 2 PMK 124/2008 tersebut menyatakan: “Asuransi Kredit adalah lini usaha asuransi umum yang memberikan jaminan pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit apabila penerima kredit tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit”

    Di sinilah Lala bersyukur. Almarhum suaminya sudah mengukur risiko dari kemungkinan gagal bayar angsuran KPR.

    Kewajiban almarhum suaminya melunasi KPR ditutupi asuransi. Lala pun tak perlu menanggung beban.

    Ada dua keuntungan yakni bank tak rugi karena sisa angsuran KPR ditanggung asuransi. Satunya lagi, di saat bersamaan, rumah yang dibeli bersama suaminya dinyatakan lunas.


    Kenapa asuransi bersedia melunasi sisa utang mendiang suami Lala?
    Mengapa dalam kasus Rossa tidak?

    Perhatikan Perbedaan Skema Kredit
    Kasus Lala
    Mendiang suaminya memilih skema asuransi tipe first to die. Asuransi jiwa ini akan membayar uang pertanggungan 100% jika salah satu debitur meninggal dunia, entah itu istri atau suami. Dulu saat mengajukan KPR, Lala masih bekerja. Cuma dia memutuskan resign setelah hamil anak kedua.

    Kasus Rosssa
    Rosa memilih skema the last survivor, di mana asuransi baru akan membayar klaim jika kedua debitur meninggal dunia. Kemungkinan mendiang suami Rossa memilih skema asuransi jiwa ini karena premi asuransinya lebih rendah ketimbang tipe first to die yang diambil keluarga Lala. Jadi ceritanya, mau mengirit pengeluaran.

    Perhitungkan kemungkinan gagal bayar
    Memperhitungkan kemungkinan gagal bayar saat mengajukan KPR adalah langkah bijak. Selama ini rata-rata calon debitur kurang memerhatikan hal ini.

    Mereka lebih konsentrasi bagaimana memenuhi persyaratan KPR dari bank. Utamanya adalah memenuhi besaran uang muka KPR minimal 30%.

    Wajar jika calon debitur berusaha menekan biaya-biaya lain yang timbul dalam pengajuan KPR seperti biaya provisi, asuransi, sampai notaris. Dan, rata-rata yang banyak dikorbankan adalah biaya premi asuransi.

    Nilai premi asuransi ini dianggap memberatkan. Proses menegosiasikannya agak ribet karena tidak bisa berhubungan langsung dengan perusahaan asuransi tetapi harus melalui bank. Terlebih, biaya premi asuransi ini termasuk komponen pendapatan bank dari KPR.

    Premi asuransi kebakaran terbilang murah. Yang jadi soal adalah premi asuransi jiwa, di mana nilainya tergantung usia dan kondisi kesehatan kreditur. Punya riwayat kesehatan buruk dan makin tua usia, maka makin mahal asuransinya.

    Wajar jika dalam banyak kasus, calon debitur enggan membayar mahal premi asuransi jiwa. Alasannya memberatkan pemenuhan syarat pembayaran pertama KPR yang mencakup uang muka plus biaya-biaya tambahan lain.

    Lagi pula kesadaran mengenai risiko gagal bayar masih minim. Dalam kaca mata nasabah, terkadang menggabungkan kredit dengan asuransi masih dianggap hal yang sia-sia dan cuma menjadi beban.

    ”Untung suami ku punya pemikiran yang jauh ke depan. Baru sekarang aku paham mengapa dia dulu bicara panjang lebar tentang manfaat asuransi jiwa KPR ini,” ucap Lala dalam hati.

    Dia sudah punya rencana mengkontrakkan rumah peninggalan suaminya itu. Duit dari hasil kontrakan akan digunakan sebagai modal berbisnis baju muslimah. Sementara ini, Lala memutuskan tinggal bersama orangtuanya dulu.

    Pahami Cara Mengajukan Klaim

    Lala sudah tahu sejak awal bagaimana mengajukan klaim asuransi jiwa ke bank. Pasalnya, sejak awal sudah aktif meminta penjelasan detail dari petugas bank tentang risiko jika debitur meninggal dunia ketika kredit belum lunas.

    Bahkan waktu itu, mendiang suaminya mengingatkan Lala agar menginformasikan masalah asuransi ini kepada kerabat terdekat. Tujuannya agar banyak yang tahu duduk permasalahan dan cara menghadapi jika terjadi sesuatu terhadap suami maupun Lala.

    Ketika suaminya meninggal dunia, otomatis Lala mewarisi semua harta benda suaminya, termasuk utangnya.
    Itu sesuai bunyi Pasal 833 ayat (1) KUHPer.

    Ahli waris dengan sendirinya memperoleh hak milik atas segala barang, piutang dan hak dari si pewaris. Dalam pewarisan, yang beralih pada ahli waris bukan hanya harta dan hak saja, melainkan juga utang dan kewajiban.

    Lantaran suami Lala meninggal akibat kecelakaan, maka sejumlah syarat mesti dipenuhi untuk mengajukan klaim. Syaratnya:
    -Surat keterangan meninggal dari dokter
    -Salinan hasil pemeriksaan
    -Salinan KTP dari korban dan penerima manfaat
    -Surat asli berita acara dari kepolisian
    -Polis asuransi asli
    -Formulir klaim karena kecelakaan yang ditandatangani penerima manfaat

    Walau saat itu terasa berat karena harus ditinggal pergi oleh suaminya menghadap Yang Kuasa, tapi Lala tetap memaksakan dirinya untuk mengurus klaim meski masih berduka. Almarhum suaminya tentu menginginkan Lala melakukan hal itu.


    Akhir Kata

    Saat mengajukan KPR jangan sekedar cari jalan termurah dan termudah aja. Pikirkan juga, segala 'risiko' di masa depan. Jangan sampe ahli waris/anak/istri yang mesti nanggung hutang. Dapet warisan mah asyik kalo warisan tanah, duit, aset...kalau diwarisin utang? Aduuh...

    Saya berharap info ini bisa membantu mencerahkan sekaligus mengingatkan agar tidak menganggap enteng segala sesuatu, dan bisa belajar untuk ANTISIPASI, baik dalam hal asuransi jiwa KPR maupun berbagai hal lain.

    Saya tidak sempurna. Saya juga tidak tahu tentang SEMUA hal. Tapi apa yang menurut saya baik, akan selalu saya bagi. Saya tunggu tanggapan teman-teman sekalian [​IMG] Semoga thread ini bermanfaat.
     
Loading...

Share This Page